Hi
sisters,, ^^
Kemarin-
kemarin aq beli jajanan yang terbuat dari singkong yang dikasih pewarna
makanan. Dan temanq bertanya : “ Kok sukanya beli jajan yang ada pewarnanya”.
“ Loh,
nie kan pake pewarna makanan mbak…yang penting kan nggak ada MSG nya”,jawabku.
“ Justru kalo MSG nggak apa-apa, kan sudah biasa dipake di daerah sini, tapi kalo pewarna kan masih jarang..”ucapnya lagi.
Tentu saja aq terkejut…aq
berpikir, apakah benar lawan bicaraku ini adalah seorang sarjana?
“Mbak,, masak kita menilai buruk dan tidaknya sesuatu hanya dari kebanyakan orang memakainya…ya jelas2 MSG itu berbahaya….”
Dan aq juga jadi teringat,
teman sekelasku pernah oprasi otak dikarenakan dia hoby jajan makanan ringan
yang notabene banyak mengandung MSG-nya.
Oleh karena
itu aq ingin mengulas sedikit tentang plus minus kita memakai MSG ( Mono Sodium
Glutamat ). Masakan tambah nikmat, urih dan sedap rasanya. Oh..itu jelas,
itulah plus-nya kita memakai MSG. Apalagi manfa’atnya? Ato Cuma itu?
Nah, sekarang
kita bicara tentang negatifnya…apa saja?
a. Chinese Restaurant Syndrome
Tahun 1968 dr. Ho Man Kwok menemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.
Tahun 1968 dr. Ho Man Kwok menemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.
Bagaimana sampai MSG bisa
menimbulkan gejala di atas, masih dugaan sampai saat ini. Tetapi diperkirakan
penyebabnya adalah terjadinya defisiensi vitamin B6 karena pembentukan alanin
dari glutamat mengalami hambatan ketika diserap. Konon menyantap 2 – 12 gram
MSG sekali makan sudah bisa menimbulkan gejala ini. Akibatnya memang tidak
fatal betul karena dalam 2 jam Cinese Restaurant Syndrome sudah hilang.
b. Kerusakan Sel
Jaringan Otak
Hasil penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Hasil penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Asam
glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam aminobutrat
menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa
individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi
signal dalam otak (Anonimous 2006).
c. Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.
c. Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.
d. Alergi
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin (Winarno 2004).
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin (Winarno 2004).
Setelah
kita lihat-lihat…ternyata banyak manakah antara positif dengan negatifnya?
Tentu saja banyak negatifnya. Oleh karena itulah kita harus belajar meninggalkan
yang namanya MSG. Hal ini berdasarkan kaidah fiqh:
( لَا
ضَرَرَ وَ لَا ضِرَار ) tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan orang lain.
Nah
pertanyaannya…bisakah kita meninggalkan kebiasaan dalam menggunakannya? Tentu
saja ini hal yang sangat sulit. Kenapa? Karena mungkin keterbatasan waktu kita
disebabkan pekerjaan atau kegiatan lainnya sehingga kita mencukupkan diri
dengan beli makanan dari restoran atau semisalnya yang notabene memakai MSG.
Atau mungkin itu sudah tradisi turun temurun dari keluarga kita, sehingga lidah
kita tidak akan puas bila tanpa MSG.
Keadaan
tersebut sama seperti seseorang yang sudah kecanduan dengan rokok. Maka dia
akan sulit untuk melepasnya. Terlebih lagi dengan berdalil “nggak apa2” toh
banyak yang memakainya juga.
Maka
sekarang, kita mulai dari diri kita dahulu. Apalagi kita sebagai seorang
perempuan yang nantinya akan memasak buat keluarga kita. Biasakan diri kita
memasak tanpa MSG, biasakan diri kita dengan hal itu walaupun lidah kita tidak
merasa puas dengannya. Kemudian, cari alternative lain agar masakan kita bisa
tetap enak walau tanpa MSG. Bagaimana caranya?
Mungkin
ada berbagai cara untuk mengganti kedudukan MSG ini. Salah satu contohnya yang
sering saya praktekan adalah : memakai perpaduan antara gula dan garam. Jika
komposisi perbandingan antara keduanya pas, maka akan menciptakan cita rasa yang
gak kalah dengan MSG. Dan untuk ini, sering-sering saja mengadakan eksperiment
sendiri ^^. Kalo saya biasanya memakai perbandingan garam : gula = 1 : 3 . Itu
kalo untuk sayur berkuah lo.. Ada juga sebagian orang yang mengakalinya dengan
bawang putih. Tapia aq gak begitu paham caranya dengan bawang putih.
Jikalau
kita terpaksa menggunakannya, maka ada aturannya:
Batasan
aman yang pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health
Organization), asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat
badan.
Dan hendaknya tidak
diberikan bagi orang yang tengah mengalami cidera otak karena stroke,
terbentur, terluka, atau penyakit syaraf. Konsumsi MSG menyebabkan penumpukan
asam glutamat pada jaringan sel otak yang bisa berakibat kelumpuhan.
Selain
itu juga, kita harus membangun kepercayaan diri bahwa kita bisa melakukannya,
dan bismillah..masakannya pasti enak heheee :D
Mau
mencoba?? Jangan lupa,,, pe-dhe dulu.
Berubah
untuk suatu kebaikan kenapa tidak.. ^^ Qta pasti bisa ^^
wallohu ta'ala a'lam
referensi : media kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar