Senin, 26 November 2012

'Aisyah Bintu Abu Bakar


AiSYaH BinTu ABi BaKr
Wanita Yang Namanya Dibersihkan dari Atas Langit

Dia adalah pengajar kaum laki2. Wanita yang jujur, putri dari seorang lelaki yang jujur, kholifah Rosulillah sallallohu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar Abdulloh bin Abi Quhaafah Utsman bin Amir al Quroisyyah at Taimiyyah al Makiyyah. Dia adalah ummul mukminin istri pemimpin anak Adam. Dia adalah wanita yang paling dicintai oleh Rosululloh sallallohu 'alaihi wa sallam dan putri dari seorang laki2 yang dicintai oleh Rosululloh. Dia adalah wanita yang namanya dibersihkan dari tujuh lapis langit.

Dia telah membuktikan untuk dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa wanita bisa menjadi orang yang lebih berilmu dari pada laki2. Dia orang yang ahli dalam siasat perang. Wanita ini bukan alumni dari sebuah universitas dan bukan pula murid orientalis asing. Akan tetapi dia adalah sosok wanita yang telah menyelesaikan studinya dari sekolah kenabian, sekolah keimanan yang mencetak para pahlawan. Pada masa kanak2 dia telah dididik oleh syaikh kaum muslimin dan orang yang paling utama dari mereka, yaitu bapaknya.. Abu Bakar as Shiddiiq.

Di masa mudanya dia dipelihara dan dinaungi oleh Rosululloh sallallohu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang pengajar sekaligus suaminya. Dia telah mengumpulkan ilmu keutamaan sehingga di dalam sejarah dia telah meninggalkan ilmu yang tetap bergulir sepanjang masa. Inilah peninggalannya yang dipelajari di kuliah-kuliah adab sebagaimana dia telah mempelajari nash-nash adab yang sangat tinggi. Fatwa-fatwanya dibaca dalam kuliah-kuliah agama. Serta amalan-amalannya yang sempurna menjadi topic pembicaraan baig setiap guru sejarah Arab dan kaum muslimin.

Pernikahan Nabi Muhammad sallallohu ‘alaihi wa sallam dengannya merupakan perintah dari Alloh ta’ala setelah Khodijah rodhiyallohu ‘anha wafat. Beliau sallallohu ‘alaihi wa sallam menikahi  ‘Aisyah dan Saudah bintu Zam’ah dalam satu waktu. Akan tetapi dengan Saudah, Beliau sallallohu ‘alahi wa sallam langsung menggaulinya dan menjalani kehidupan rumah tangga dengannya selama tiga tahun sampai datang masanya yaitu bulan Syawal setelah peristiwa perang Badar beliau sallallohu ‘alaihi wa sallam masuk kepada ’Aisyah.

Pengantin muda tersebut pindah ke rumah Nabi sallallohu ‘alaihi wa sallam yang baru. Rumah tersebut berupa kamar seperti kamar-kamar lainnya yang dibangun di sekitar masjid, yang bahannya dari batu bata dan pelepah pohon kurma. Di dalamnya diisi kasur yang terbuat dari kulit dan isinya sabut dan diletakkan di atas sehelai tikar. Untuk penutup pintunya, beliau menutupkan tirai dari kulit. Dalam rumah yang amat sederhana ini, ‘Aisyah mulai menjalani kehidupan rumah tangganya yang akan menjadi pembicaraan dalam sejarah.

Pernikahan merupakan pekerjaan wanita yang utama. Tujuan wanita yang paling agung adalah ia menjadi istri bagi suaminya dan ibun bagi anak-anaknya. Selain hal itu tidak akan mencukupinya, meskipun dia meraih harta yang memenuhi bumi dan mencapai pujian yang menjulang kea wan. Meskipun dia juga telah mencapai pengetahuan dan jabatan yang tidak dicapai oleh lainnya. Bagaimana dia akan meraih kebahagiaan ketika dirinya condong kepada sesuatu yang keluar dari fitrohnya di mana dia diciptakan untuknya??!

Di dalam rumah pasangan suami istri tersebut, ‘Aisyah menjadi guru bagi setiap perempuan di alam semesta pada setiap masa. Dan dia menjadi seorang wanita yang terbaik yang menyenangkan suami dan menggembirakan hatinya. Dia mampu menghilangkan derita yang dirasakan suaminya di luar rumah dikarenakan pergulatan kehidupan dan dakwah kepada Alloh.

Dia merupakan istri terbaik, jiwa dan tangannya mulia. Seorang yang sabar bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam menghadapi kefakiran dan kelaparan. Sehingga dia melalui hari-hari yang panjang dengan keadaan tidak dinyalakan api untuk memasak kue atau memasak masakan lainnya, keduanya cukup hidup dengan kurma dan air.

Tatkala dunia mendatangi kaum muslimin, sekali waktu didatangkan uang kepadanya 100.000 dirham, sedangkan dia dalam keadaan berpuasa, maka dia bagikan semuanya dan tidak ada menyisakan sedikitpun. Lalu bekas budaknya berkata: “ Apakah engkau tidak mau membeli daging dengan dirham yang akan engkau gunakan untuk berbuka?”. Dia menjawab: “ Kalau engkau tadi mengingatkan saya, tentu akan saya lakukan”.

Dalam keadaan fakir, dia tidak gelisah dan apabila ia mempunyai kekayaan, maka dia tidak sombong. Kemuliaan jiwa telah menjaganya sehingga dia tidak memperhatikan dunia yang mendatanginya dan yang meninggalkannya.

Dia adalah istri terbaik yang selalu memperhatikan ilmu yang diperoleh dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sehingga keilmuan dan sastra Arabnya dijadikan sebagai guru bagi kaum laki-laki dan menjadi sumber pengambilan ilmu hadits, sunnah dan fiqh bagi mereka.

Az Zuhri berkata: “ Kalau ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dengan seluruh ilmu wanita, tentu ilmu ‘Aisyah lebih utama”.

Berkata Hisyam bin ‘Urwah : Ayahku berkata : “ Sesungguhnya saya telah menyertai ‘Aisyah, tidak seorangpun yang pernah aku jumpai lebih pandai darinya terhadap ayat yang diturunkan, kewajiban, sunnah, syair. Dan tidak ada seorangpun yang lebih banyak meriwayatkan hadits daripada dia serta tidak ada yang lebih mengetahui tentang hari-hari Arab, nasab ini dan itu, juga qodho (hukum) serta ilmu kedokteran.” Maka aku bertanya kepadanya : “ Wahai bibiku, dari mana engkau mengetahui ilmu kedokteran?” Dia menjawab : “ Ketika saya sakit, seseorang menjelaskan cara mengobatinya. Dan ketika ada orang lain sakit, seseorang menerangkan bagaimana cara mengobatinya. Saya mendengar orang-orang menerangkan untuk sebagian lainnya, maka saya menghafalnya”.

Dari al A’masy dari Abu Dhuha dari Masyruq, dia berkata : “ Kami bertanya kepadnya: ‘Apakah ‘Aisyah memiliki ilmu tentang faroidh (ilmu waris)?’ Dia (Masyruq) menjawab:’ Sesungguhnya saya melihat sahabat-sahabat Nabi Muhammad shollallohu ‘alahi wa sallam  yang senior bertanya kepadanya tentang masalah faroidh’”.

Dengan berbagai kelebihan dan keistimewaan yang ada, ‘Aisyah adalah seorang wanita pencemburu. Bahkan dia adalah istri Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam yang paling pencemburu. Ini adalah naluri seorang wanita, akan tetapi kecemburuannya masih bisa diterima dan terarah sehingga tidka mengantarkan dirinya untuk melakukan hal-hal yang berbahaya.

Diantara peristiwa yang paling penting dalam kehidupan Ummul Mukminin ‘Aisyah adalah peristiwa berupa tuduhan keji yang dilontarkan oleh munafiqin yang terkenal dengan peristiwa haditsul ifki / cerita dusta. Padahal dia adalah orang yang paling jauh dari perbuatan keji tersebut. Dan Alloh telah menurunkan ayat dari langit ke tujuh yang membersihkan namanya dari tuduhan keji tersebut yang akan selalu dibaca hingga hari kiamat.

Ujian terhadapnya menjadi pelajaran bagi setiap wanita, bahwa sesungguhnya di dunia ini tidak ada wanita yang mendapat tuduhan lebih tinggi disbanding ‘Aisyah.

Ketika Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam selesai melaksanakan haji wada’ dan beliau merasakan bahwa saat kepergiannya hampir tiba setelah ditunaikannya amanah dan risalah kenabian, saat menggilir istri-istrinya beliau bertanya: “ Besok saya di mana..? Besok lusa saya di mana…?” Karena saat itu beliau merasa lama dan lambat datangnya giliran ‘Aisyah.

Melihat demikian, maka para ummahatul mukminin lainnya berlapang dada dan menghibahkan hari-hari giliran mereka kepada ‘Aisyah. Dan memberikan kesukaan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam  untuk dirawat ‘Aisyah. Mereka serentak mengatakan : “ wahai Rosululloh, sesungguhnya kami telah menghibahkan hari-hari kami kepada ‘Aisyah”.

Selanjutnya kekasih Alloh itu pindah di kamar ‘Aisyah, istri tersayang. ‘Aisyah pun begadang siang dan malam merawat sakit beliau karena kecintaannya meskipun dia harus menebusnya dengan dirinya sendiri. Demi jiwaku, jiwa bapakku dan ibuku sebagai tebusan engkau wahai Rosululloh…ketika saat kepergian telah dekat kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berada di pangkuan ‘Aisyah.

Ummul Mukminin berkata ketika menceritakan saat-saat genting tersebut…
“ Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam di wafatkan di rumahku, di hari giliranku dan malamku, antara waktu sahur dan permulaan siang. Ketika Abdurrohman bin Abu Bakar masuk sambil bersiwak dengan siwak yang basah, beliau memandang kepadanya dan saya menduga beliau menginginkannya. Sayapun mengambilnya dan saya mengunyahkannya lalu saya kibaskan supaya bersih, saya perbaiki dan saya berikan kepada beliau.

Beliaupun bersiwak dengan cara yang paling baik yang saya belum pernah melihatnya sebelum itu. Setelah Abdurrohman pergi, beliau memberikan siwak itu kepadaku lalu tangannya terjatuh. Saya berdo’a dengan do’a yang biasa digunakan Jibril dan beliaupun biasa menggunakannya tatkala sakit. Namun dalam sakitnya ini beliau tidak berdo’a dengan do’a tersebut.

Pandangan beliau mengarah ke langit dan berkata: ‘ Ar Rofiiqul a’laa’ dan beliaupun meninggal. Segala puji bagi Alloh yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau di saat detik-detik terakhirnya di dunia”.

Beliau dikuburkan di tempat beliau wafat, yaitu di kamar ‘Aisyah. Setelah meninggalnya Rosululloh shollallu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah banyak mengajari para lelaki dan wanita dan ikut andil dalam meletakkan sejarah Islam sampai kematiaannya yaitu pada malam Selasa tanggal 17 Romadhon th 57 H pada usia 67 tahun.

Aisyah meninggalkan warisan yang amat berharga untuk generasi setelahnya, yang akan selalu meneliti detik-detik kehidupannya. Sejak usia tujuh tahun telah terpoles dengan pendidikan nabawi sehingga menjadi suri teladan yang baik. Di mana ummat manusia tidak akan menemukan wanita semisalnya sampai 14 abad kemudian….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar