-: AQiQaH :-
Aqiqoh merupakan sebuah sunnah yang banyak dilupakan oleh
orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan urusan dunia. Dan jika kita
menghidupkan sunnah ini, maka bagi kita ada dua pahala, yaitu pahala
menghidupkan sunnah dan pahala melakukan sunnah.
Betapa menyedihkannya apa yang kita lihat sekarang ini. Coba
lihatlah masyarakat kampung kita. Di saat seorang calon ibu hamil, banyak
sekali acara-acara slametan yang dilakukan yang tentunya tidak sedikit biaya
yang dikeluarkan. Sejak adanya berita kehamilan saja, langsung bikin bubur
merah untuk dibagi-bagikan ke sanak saudara dan tetangga (padahal warnanya
nggak merah lho ^^). Dan ketika kehamilan berusia tiga bulan, ngadain selametan
lagi. Kali ini bagi-bagi nasi komplet dengan lauknya. Belum lagi kalau usia
kehamilan tujuh bulan dan seterusnya sampai anak lahir dan menjadi balitapun
masih ada acara-acara slametan lainnya yang dijalani. Tapi dari segitu banyaknya
acara slametan, mereka malah melupakan aqiqoh. Baik sengaja ataupun tidak
sengaja karena ketidak tahuan mereka tentag hal ini. Kalau mereka tidak
melakukannya karena ketidaktahuan, itu bisa dimaklumi. Nah, kalo sudah tahu dan
mampu tapi tidak mau aqiqoh..?? Nah..itu dia yang jadi masalah J.
Kalau saya mah, seandainya ditawari ma mertua untuk ngadain
slametan2 itu (3 bulanan, tujuh bulanan dst) akan saya katakan:
“Begini saja buk, pak , uang yang buat slametan dikasih ke
kita saja untuk buka usaha J”,
pasti dech dengan begitu mereka tidak akan memaksa kita untuk melakukan
slametan2 itu. Aqiqoh aja kadang gak punya duit, kok mau slametan2 segala.
Bersyukur itu boleh, dan banyak caranya, tidak harus dengan slametan2 seperti
itu. Apalagi kalau slametannya ada acara2 yang melanggar syar’iy dan tidak bisa
diterima akal. Seperti mecah telur lah, bencah kelapa lah…dan lah lah yang
lainnya ^^. Kan gak bisa diterima akal kan..? Apa coba hubungannya..?
·
Pengertian Aqiqoh
Aqiqoh adalah sebuah nama untuk penyembelihan
yang dilakukan karena kelahiran.
Nah, definisinya saja “penyembelihan” bukan
beli daging sapi atau ayam dari pasar kemudian di masak dan dibagi-bagi. Itu
bukan aqiqoh, akan tetapi sekedar masakan saja yang diniatkan untuk dibagikan. Bukan
pula aqiqoh itu bagi sarimi, telur dan gula yang dibagikan dalam bentuk
mentahan.
·
Disyariatkannya Aqiqoh
Aqiqoh disyariatkan secara nash, yaitu
dalam sebuah hadits Nabi sallallohu ‘alaihi wa sallam dari Al Hasan dari Samroh
dari Nabi shollallhu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Setiap anak itu tergadaikan dengan
aqiqohnya, disembelihkan darinya pada hari ketujuh dan dicukur rambutanya dan
diberinama”. (Hadits Shohih: Shohih Al Jami’ ma’as Shogir: 2563).
Dan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha
berkata:
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami agar mengaqiqohi dari seorang anak laki-laki dua ekor
kambing dan dari anak perempuan satu ekor kambing”
Faidah dari kedua hadits di atas :
1.
Kata ( disembelihkan ) mengindikasikan
bahwa yang mengaqiqohi tidak harus orang tua. Bisa paman, kakek atau orang
lain. Yang penting disembelihkan untuknya.
2.
Kata ( pada hari ketujuh ) di
situ mungkin hikmahnya adalah agar si kecil melalui semua hari dalam seminggu,
sehingga optimis kalau dia akan sehat. Kebanyakannya adalah seperti itu,
seorang anak yang dia bisa sehat terus dalam seminggu kelahirannya, maka ada
harapan bahwa dia akan hidup. Berbeda dengan anak-anak yang lahir premature
ataupun sakit-sakitan di hari – hari awalnya.
3.
Dalam hadits di atas
disebutkan ( memerintahkan kepada kami ) : Asal dari perintah adalah wajib. Jumhur
ulama berpendapat bahwa aqiqoh adalah sunnah. Adapun sebagiannya lagi
berpendapat bahwa aqiqoh adalah wajib. Bahkan Imam Ahmad sampai membolehkan
berhutang untuk aqiqoh. Dan hendaknya kita berlapang dada dalam hal ini. Tidak
boleh mencela satu sama lain dalam masalah fiqhiyyah seperti ini. Semuanya
punya dalil tersendiri. Wallohu a’lam.
4.
Aqiqoh untuk anak laki-laki
adalah dua ekor kambing adapun anak perempuan satu ekor kambing. Adapun jika
lebih dari itu, maka boleh yaitu sebagai shodaqoh.
5.
Dalam hadits disebutkan ( kambing
). Maka tidak boleh mengaqiqohi dengan sapi, onta ataupun ayam. Terkadang
orang-orang yang kurang mampu meng-aqiqohi anaknya dengan menyembelih ayam,
maka ini salah. Atau orang-orang yang melampaui batas, karena kaya ingin
mengaqiqohi anaknya dengan menyembelih sapi atau onta, maka hal ini tertolak.
Karena di zaman Rosululloh shollallohu ‘alahi wa sallam pun ada onta dan sapi,
tapi beliau tetap mengaqiqohi Al Hasan dan Husain dengan kambing. Dan para
sahabat beliaupun seperti itu walaupun sebenarnya mereka mampun untuk
menyembelih sapi atau onta.
Jadi,
seandainya anak Anda lahir pada hari Rabu, maka aqiqohnya adalah hari Selasa.
Jika lahirnya hari Senin, maka aqiqohnya hari Ahad/ Minggu…Begitu cara
penghitungan hari ke tujuh di sini. Dan aqiqoh tidak harus dilakukan pada hari
ke tujuh. Dan para Ulama berselisih di dalamnya. Ada yang mengatakan
penghitungannya adalah kalau tidak hari ke tujuh berarti hari ke empat
belasnya, hari ke-21 dan seterusnya. Dan sebagian lagi ada yang berpendapat
kapanpun boleh jika ada kelapangan rizqi maka hendaknya segera aqiqoh, tidak
perlu menunggu hari ke-14, 21 dan sebagainya. ^^
·
Bagaimana aqiqohnya orang
dewasa..?
Terkadang, orang tua kita tidak mengetahui
tentang aqiqoh sehingga kita belum diaqiqohi. Atau mungkin kita sebelumnya
beragama selain islam, kemudian setelah dewasa memeluk Islam. Nah, wajibkah
bagi kita untuk mengaqiqohi diri kita sendiri..? Ada tiga pendapat tentang hal
ini:
-
Pendapat pertama: Tidak
perlu mengaqiqohi diri kita sendiri jika sudah dewasa karena hal itu sudah
lewat.
-
Pendapat kedua: Boleh,
karena perintah aqiqoh itu ditujukan untuk orang tua kita, bukan kepada kita
sendiri.
-
Dan pendapat ketiga
mengatakan sunnah.
Sebagaimana
Rosulullohpun mengaqiqohi dirinya sendiri setelah dewasa.
·
Apa saja yang dianjurkan
pada kelahiran selain mengaqiqohinya..?
1.
Mentahniknya. Yaitu
melumatkan kurma sampai lembut kemudian mengoleskannya di rongga mulut bayi.
Dari
Abu musa al ‘asy’ariy berkata : “ Dilahirkan untukku seorang anak laki-laki
maka aku mendatangkannya kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau
memberikan nama untuknya, mentahniknya dengan sebuah kurma dan mendoakan
barokah untuknya lalu mengembalikannya kepadaku”.
2.
Mencukur Rambutnya pada
hari ketujuh dan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi tersebut dan
memberinya nama.
Dari Abu Rofiq bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Fathimah tatkala melahirkan Al Hasan: “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah
seberat rambutnya itu perak kepada orang-orang miskin”.
Perak zaman dahulu adalah sebagai alat tukar menukar. Sedangkan di zaman
sekarang, alat tukar menukar kita adalah uang. Maka caranya kita mengumpulkan
rambut hasil cukuran si kecil, kemudian kita timbangkan di tempat jual beli
emas (karena kita tidak memiliki timbangan emas ya J). Kita tanya saja, berapa
beratnya? Dan berapa harga perak saat itu. Maka itulah jumlah uang yang harus
kita sedekahkan. Jangan khawatir, rambut bayi itu tidak ada satu kilo, jadi
tidak banyak uang yang dikeluarkan ^^. Paling-paling beratnya cuma setengah
atau satu gram saja.
Misalkan:
Berat rambut si kecil adalah 0,45 gram. Dan harga perak saat itu misalkan
saja per-gramnya 35.000 . maka kita kalikan saja :
0,45
x 35.000 = 15.750 rupiah saja J.
Tidak semahal emas kan ?? ^^
3.
Mengkhitannya pada hari ketujuh
Dari Jabir bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengaqiqohi Hasan dan Husain dan mengkhitan
keduanya pada hari ketujuh.
Banyak orang-orang tua, nenek kita atau siapa gitu…terkadang kasihan jika
bayi dikhitan pada usia tujuh hari. Padahal, lebih banyak keuntungannya jika
dikhitan pada hari ketujuh, di antaranya:
a.
Anak terhindar dari
penyakit infeksi kemaluan yang sering menimpa pada bayi-bayi yang berjenis
kelamin laki-laki.
b.
Lebih cepet sembuh
dibandingkan jika dikhitan di usian anak-anak atau remaja.
c.
Waktu masih bayi, tidak ada
rasa malu karena belum baligh, sehingga belum dinamakan aurot .
Nah…dari wacana di atas…kayaknya yang paling sibuk hari
ketujuh ya ^^. Memberi nama, mengaqiqohi, mencukur, bersedekah dan sebagainya.
Kalau memberi nama saya rasa tidak sulit. Dan boleh juga memberi nama begitu
lahir jika sudah siap namanya. Tidak perlu menunggu hari ketujuh. Sebagaimana
yang dilakukan Nabi terhadap bayi Abu Musa dan Abu Tholhah.
Semoga tulisan ini bermanfaat ^^
Jika ada tambahan mengenainya atau koreksi, insya Alloh ane
update di lain kesempatan…
Wallohu a’lam bis showaab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar