Khitan Bagi Wanita
Hukum asal khitan bagi wanita
Tentang disyariatkannya khitan bagi wanita, maka tidak ada perselisihan ulama di dalam hal itu. Semuanya sepakat bahwa khitan memang disyariatkan kepada semua muslim baik dia laki-laki maupun perempuan. Namun yang menjadi perselisihan dan perbincangan di dalamnya adalah hukum khitan tersebut pada wanita. Apakah hukum khitan bagi wanita? Wajib atau sunnahkah..??
Tentang disyariatkannya khitan bagi wanita, maka tidak ada perselisihan ulama di dalam hal itu. Semuanya sepakat bahwa khitan memang disyariatkan kepada semua muslim baik dia laki-laki maupun perempuan. Namun yang menjadi perselisihan dan perbincangan di dalamnya adalah hukum khitan tersebut pada wanita. Apakah hukum khitan bagi wanita? Wajib atau sunnahkah..??
Hukum asal khitan bagi wanita adalah wajib bersadarkan
hadits Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ
-أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ، وَالاستِحْدَادُ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ،
وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fithroh itu ada lima- atau lima yang termasuk fithroh:
khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku,
memendekkan kumis”, (HR. Bukhori dan Muslim)
Adapun yang mensunnahkannya karena ada beberapa catatan:
1.
tidak menemukan hadits yang
shorih tentang wajibnya khitan pada wanita
2.
karena fungsi khitan bagi
laki-laki dan wanita itu berbeda. Laki-laki dikhitan karena kalau tidak
dikhitan itu akan menjadi sumber penyakit baginya. Adapun wanita adalah untuk
mengurangi syahwat pada dirinya.
3.
Satu wanita dengan wanita
lainnya berbeda bentuk kemaluannya sesuai dengan daerah tempat tinggal
masing-masing. Kewajiban khitan hanya diberikan kepada wanita- wanita yang
tinggal di daerah yang sangat panas seperti mesir, aljazair, Saudi Arabia dan
tempat lainnya yang biasanya wanita di sana qulfah/ prepuce atau dikatakan juga
klitorisnya memanjang dan tumbuh sehingga jika tidak dipotong akan menyulitkan
wanita itu saat berhubungan badan dengan suaminya.
4.
Terkadang masyarakat
melakukakannya bukan karena hal itu wajib, akan tetapi karena sudah Menjadi
adat istiadat di tempat tersebut. Seperti daerah bali, kebumen, Sulawesi, maka
wanita-wanita di sana semuanya dikhitan karena sudah Menjadi adat mereka.
Nah, karena fungsi (pada no 1) yang berbeda inilah tidak semua wanita wajib dikhitan. Kenapa? Karena khitan itu untuk mengurangi syahwatnya saja (untuk yang berpendapat yang dipotong adalah klitorisnya, karena ada yang berpendapat bahwa yang dipotong hanyalah kulit lembut yang menutupi klitoris). Seandainya dia ternyata Cuma memiliki syahwat yang sedang, kemudian dikhitan..nah bisa bayangkan kan, dia tidak akan memiliki syahwat lagi. Bagaimana dia akan bermesraan dengan suaminya tanpa syahwat tersebut?
Nah, karena fungsi (pada no 1) yang berbeda inilah tidak semua wanita wajib dikhitan. Kenapa? Karena khitan itu untuk mengurangi syahwatnya saja (untuk yang berpendapat yang dipotong adalah klitorisnya, karena ada yang berpendapat bahwa yang dipotong hanyalah kulit lembut yang menutupi klitoris). Seandainya dia ternyata Cuma memiliki syahwat yang sedang, kemudian dikhitan..nah bisa bayangkan kan, dia tidak akan memiliki syahwat lagi. Bagaimana dia akan bermesraan dengan suaminya tanpa syahwat tersebut?
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal khitan pada
wanita:
Untuk wanita lebih baik jangan langsung
dikhitan sewaktu bayinya. Tapi lihatlah jika dia sudah besar nanti. Karena satu
wanita dengan wanita yang lainnya itu berbeda. Ada yang syahwatnya besar,
sedang, kecil atau bahkan tak punya syahwat sama sekali (lho?? :D ).
dan juga, jika wanita dikhitan sewaktu bayi, maka belum terlihat jelas bagian yang akan dikhitan (qulfah-nya), berbeda dengan bayi laki-laki. Dikhawatirkan akan salah dalam hal memotong sehingga malah memotong klitorisnya dan menghilangkan semua syahwat yang ada.
dan juga, jika wanita dikhitan sewaktu bayi, maka belum terlihat jelas bagian yang akan dikhitan (qulfah-nya), berbeda dengan bayi laki-laki. Dikhawatirkan akan salah dalam hal memotong sehingga malah memotong klitorisnya dan menghilangkan semua syahwat yang ada.
Karena tatkala bayi belum terlihat jelas
qulfah-nya, dan terkadang saat anak-anakpun belum terlihat jelas, maka
terkadang wanita dikhitan di haed pertamanya (daerah-daerah tertentu) dan tentu
hal ini akan membuatnya malu karena sudah termasuk aurat. Maka ustadz kami
menyarankan, kalau memang belum dikhitan, ya kher, suaminya aja nanti yang
mengkhitan :D
Bagian apa yang dikhitan?
Yang dikhitan dari seorang wanita adalah qulfah-nya yaitu
kulit lembut dan tipis yang menutupi klitorisnya. Bukan klitorisnya yang
dipotong (walaupun sebagian ulama ada yang berpendapat klitorisnya yang
dipotong).
Khitan yang dilarang.
Ada sebagian daerah yang menerapkan sebuah khitan yang tidak
syar’ie. Karena mereka tidak memotong qulfahnya. Seperti apa khitan yang tidak
syar’ie ini? Mereka menyebutnya sebagai khitan firauniy yaitu dengan memotong:
a.
Keseluruhan klitorisnya.
b.
Sebagian kecil dari bibir
vaginanya.
c.
Dijahit sebagian kecil dari
lubang tempat keluarnya haed (vaginanya).
Kenapa ketiga jenis pemotongan ini dilarang? Karena hal itu
memudhorotkan wanita. Sedangkan agama kita yang mulia ini melarang untuk berbuat
hal yang memudhorotkan diri sendiri maupun kepada orang lain. Memotong semua
klitoris berarti menghilangkan semua syahwat yang ada, sehingga membuat
hubungan pasutri tidak memuaskan satu sama lain. Adapun bentuk kedua dan ketiga
ini bisa memperburuk bentuk vagina seorang wanita dan menjelekkannya. Selain
itu tentu saja wanita akan merasakan sakit yang luar biasa saat berhubungan
badan dengan suaminya atau saat melahirkan. Karena inilah lajnah daimah
melarang khitan firauni.
memperjelek sifat vagina secara keseluruhan.
memperjelek sifat vagina secara keseluruhan.
Manfaat khitan:
a.
Wanita yang dikhitan,
wajahnya lebih cerah dan lebih cantik dari pada sebelumnya
b.
Untuk menstabilkan
syahwatnya
c.
Lebih menyenangkan suami
d.
Lebih terhormat di sisi
suaminya.. (gak tahu maksudnya.. -_-)
Cara melakukan pengkhitanan pada wanita:
1.
Harus siap mental, niatkan
untuk menunaikan sunnah Rosul dan untuk lebih menyenangkan suami. Kalo gak gitu
pasti ngeri dan gak mau dikhitan J
2.
Sterilkan alat- alat untuk
mengkhitan, juga sterilkan daerah yang mau dikhitan dan sekitarnya.
3.
Lakukan bius local
(hiiii..serem.. -_-) dan tunggu hingga bius bekerja.
4.
Tarik qulfah dengan jepit
bedah sehingga ia akan terpisah dari klitorisnya (jangan sampai klitoris ikut
terjepit), jangan langsung dipotong, tunggu hingga benar-benar terlihat terpisah
dan bisa dibedakan mana qulfah dan mana klitoris, setelah itu baru dipotong
qulfahnya menggunakan gunting bengkok (gunting stainless yang biasa dipakai
buat memendekkan kumis).
5.
Biarkan dalam keadaan tetap
tercapit sampai 5-10 menit untuk menghindari pendarahan, baru kemudian dilepas.
Jika terjadi pendarahan lagi, bisa dicapit lagi. Atau bisa dijahit dengan
syarat tidak akan bertemu lagi dua sisi prepuce yang sudah dipotong tadi. Tutup
luka dengan kain kasa steril atau diperban (gak bisa bayanginnya.. -_-)
Tambahan:
Syaikh Musthofa al “adawiy ditanya tentang hukum khitan pada wanita maka
beliau menjawab:
Kami tidak menemukan dalil yang shohih dan jelas yang
menyebutkan kewajiban khitan pada wanita. Banyak hadits yang menyampaikan hal
itu seperti:
-
Hadits dari ummu ‘athiyyah
yang dikeluarkan oleh Abu Daud, bahwa nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepadanya:
إِذَا خَفَضْتِ
فَأَشِمِّي وَلاَ تَنْهَكِي، فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ
“apabila engkau mengkhitan maka sedikit saja jangan
engkau habiskan,karena hal itu lebih mencerahkan wajah dan menguntungkan
suami”. Abu Daud mendhoifkan hadits ini.
-
Hadits fithroh yang lima
(hadits di atas pembahasan) adalah hadits yang shohih dan tsabit yang
dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim.
-
Dan juga hadits: “apabila
bertemu dua khitan (antara suami dan istri) maka wajib mandi junub”
Kedua hadits ini terkandung atau juga dibahas
dalam hadits “an nisaa’ syaqooiqur rijaal” sehingga kami memilih apa yang
Menjadi madzhab sebagian ahlul ilmi bahwa khitan seorang wanita berputar pada
dua hukum saja yaitu mustahab dan mubah, tidak mencapai derajat wajib. ( jami’
ahkamin nisa’ jilid 5, hal:14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar