Kamis, 10 Juli 2014

Cuma Nyaksi, bukan Nyoblos...

Seumur-umur, belum pernah saya itu mencoblos dalam pemilu, baik legislatif maupun pilpres. Jadi gak pernah tahu gimana rasanya nyoblos dan mencelupkan jari ke dalam tinta :)

Tapi, walaupin tidak pernah nyoblos, tapi saya pernah jadi saksi sebuah fraksi dalam pemilihan legislatif. Loh kok aneh..? gak pernah nyoblos tapi pernah jadi saksi..? Itulah koment orang- orang di sekitar saya..

Entahlah..
Saya juga merasa lucu dengan hal tersebut :)

Waktu itu umur saya masih 16 tahun. Sekitar kelas 2 atau 3 SMA.
Waktu itu setelah sholat jama'ah di masjid kampung, pak RT meminta saya untuk menjadi saksi sebuah fraksi karena tidak ada saksinya sampai sekarang. Sebelum berbicara dengan sayapun sebenarnya teman saya sudah bilang ke pak RT tersebut kalau saya sepertinya tidak tertarik dengan yang namanya politik.

Tapi tetap saja pak RT tersebut memohon agar saya bersedia untuk menjadi saksi. Dan akhirnya saya terima walaupun karena rasa tidak enak hati.

Saya menjadi saksi dari fraksi PKS. Walaupun saya waktu itu gak ngerti, apa tu PKS :) Yang saya tahu, tugasku hanya menjadi saksi dan mengawasi jika ada kecurangan selama pemilihan tersebut.

Waktu saya masuk ke TPS, orang-orang pada lihat saya. "Loh, kamu kan masih 16 th, gak sah lah jadi saksi. KTP aja belum punya", itu kata2 yang terlontar dari beberapa orang.

Ya mau gimana lagi...

Tapi ada seorang panwaslu yg berkta: "tidak apa2, anak ini orangnya bisa dipercaya kok".
Dan itu membuat saya percaya diri di sekitar orang-orang yang lebih tua dari saya saat itu, mentang-mentang masih kecil sepertinya saya diremehken -_-

Dan sesuai feeling saya, politik sangat bertolok belakang dengan diri saya.

Waktu masuk gerbang TPS saja saya sudah melihat seorang calon DPRD datang dengan tampilan nyetil n berkacamata hitam menepuk bahu temannya dan berkata "gimana? beres kan?" tanyanya dengan gaya seorang penguasa.
"Beres bos, sudah saya tangani itu"

Kemudian yang disebut Bos itu berjalan di depan saya, menepuk lagi bahu saudara sepupu saya, yang menjadi tim sukses dari partai preman tersebut.
"Gimana? Amplop uangnya sudah disebarin ke orang2 kan?",ucapnya berbisik.
"Beres bos" jawab sepupuku itu.
Ckckck..berani banget ya...politik uang di dalam TPS..ya..karena dia termasuk tokoh masyarakat di tempat itu. Bahkan beliau seorang Takmir masjid yang tidak ada yang berani menegurnya..

Waktu pemilihan berlangsung..
Ada seorang nenek-nenek yang jalan dan penglihatannya tidak begitu baik. Dia minta dituntun oleh seorang panwaslu menuju bilik. Dan sayalah yang ditunjuk oleh panwslu agar menemani nenek tersebut dan orang yang menuntunnya. Kami berdua menuntun nenek tersebut menuju bilik. Dan tatkala surat suara dibuka, sudah ada coblosan di atas partai golkar, partai panwaslu tersebut.
"Loh pak, kok sudah ada coblosannya..? gak dituker aja pak?", tanyaku.
Tapi pak panwaslu tersebut memberi kode kepada saya untuk diam dan bertanya ke nenek tersebut, "yang mana mbah?"
"yang gambar ka'bah", ucap nenek tersebut.
Tapi panwaslu tersebut segera melipat kembali surat suara tersebut dan memasukkannya ke kotak suara.

Saya melapor ke ketuanya, tapi kata pak ketuanya, sudah mbak, gak papa, tidak perlu dilaporkan.

Lahhh..??

Akhirnya aku cuma bisa menulisnya di agenda yang diberikan oleh fraksi PKS kepadaku.
Dan memang kalo aku lihat, partai besar saat itu yang benar2 sopan dan jujur cuma PKS.

Di saat makan siangpun cuma saya yang mendapat kotak makan lengkap dari fraksi PKS, sedangkan para saksi lainnya tidak diantar makanan oleh partainya sehingga akhirnya sepupuku yang jadi saksi partai preman pun memelas meminta makan kepadaku,,

Kesimpulannya ...

Politik tuh nambah dosa aja yo..:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar